Parliamentary Threshold Yang Bermasalah


Secara teoretis, ambang batas parlemen atau parliamentary threshold adalah instrumen legal untuk menyaring partai politik peserta pemilu yang berhak mendudukkan wakilnya di parlemen karena tak mendapatkan suara signifikan dari pemilih. Kriteria semacam itu lazim dipakai untuk mengurangi jumlah kepentingan yang kecil atau golongan dalam lembaga legislatif dan untuk mempercerah prospek terbentuknya pemerintah yang viable (Guy S Goodwin-Gill: Pemilu Jurdil Pengalaman dan Standar Internasional, 1994).
Akan tetapi, jika langkah kompensasi tak diambil, hal ini bisa secara efektif melucuti hak bersuara kelompok minoritas. Negara tidak bebas untuk menggunakan teknik pemilu yang ”sah”, yakni persyaratan ambang batas itu, untuk menghalangi kelompok tertentu dalam mendapatkan perwakilan di parlemen.
Jaminan perwakilan minoritas misalnya diterapkan di Selandia Baru. Empat dari 97 distrik pemilu disisihkan untuk perwakilan suku Maori. Banglades dan Tanzania menjamin kursi untuk kaum perempuan. Di Romania, organisasi warga negara yang sah, yang tergolong minoritas nasional, dan belum mendapatkan setidaknya satu deputi atau senator memiliki hak untuk mendapat satu kursi deputi. Namun, asalkan mereka mendapatkan untuk seluruh negeri paling sedikit 5 persen rata-rata jumlah suara yang sah.

Di Indonesia, ambang batas parlemen jadi perdebatan seru, setidaknya menjelang Pemilu 2009. Dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, lewat serangkaian perdebatan, angka parliamentary threshold (PT) itu ditetapkan 2,5 persen dari total suara nasional. PT diterapkan hanya untuk pemilu anggota DPR.
Menjelang Pemilu 2014, perdebatan kembali terulang. Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), juga Partai Demokrat, awalnya menginginkan PT dipatok relatif besar demi penyederhanaan sistem kepartaian. ”Pesan” awal dari parpol menengah adalah boleh saja PT dinaikkan, tetapi jangan pula terlalu besar.
Partai Golkar tak kuat sendirian berkukuh agar PT sebesar 5 persen. PDI-P melunak demi misi mengegolkan sistem pemilu proporsional daftar tertutup. Partai Demokrat ”dikeroyok” mitra koalisinya dalam Sekretariat Gabungan (Setgab) Pendukung Pemerintahan yang ingin PT tak terlalu besar.
Barulah pada pekan terakhir menjelang pengesahan pada 12 April lalu, angka ambang batas parlemen sebesar 3,5 persen muncul dan menguat. Tentu angka itu bukan muncul kebetulan jika merujuk perolehan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) sebagai partai ”terkecil” yang saat ini ada di parlemen. Merujuk hasil Pemilu 2009, Partai Hanura mendapatkan 3.925.620 suara atau setara dengan 3,77 persen total suara sah nasional.
Titik ”kompromi” yang lebih menentukan. Padahal, secara teoretis, dengan menggunakan formula dari Rein Taagepera, Didik Supriyanto dan August Mellaz (2011) menghitung, ambang batas perwakilan optimal untuk pemilu DPR adalah 1,03 persen. Variabel yang diperhitungkan dalam formulasi itu adalah DPR dengan 560 kursi, besaran daerah pemilihan (dapil) 3-10 kursi, dan jumlah dapil sebanyak 77 daerah. Secara matematik, ambang batas 2,5 persen seperti saat Pemilu 2009 dinilai melampaui ambang batas optimal dan tak perlu dinaikkan. Hal ini demi menjaga keseimbangan bekerjanya sistem pemilu proporsional untuk menyederhanakan sistem kepartaian di parlemen.

5 comments:

Anonymous said...

sssiiiip copas

bobo said...

copas y gan...

andre said...

siip gan...lg tugas kul nih jga gan

Muchamad Najibi said...

Terima kasih,,

oke gan silahkan..

sama-sama dalam membantu

Anonymous said...

Shootercasino
Shootercasino is a new platform that offers หาเงินออนไลน์ online slots from developers. Play a variety of live casino games, 제왕카지노 including the classics such as the Mega Wheel ‎Play live · ‎Payout · ‎In-game · ‎RTP 메리트 카지노

Post a Comment