::Model Hubungan Kewenangan Pemerintah Dalam Konteks Negara Kesatuan::

Model Tata Hubungan Antar Pemerintah
a.    Wright (1988)
Menurut Wright ada tiga model hubungan kewenangan antar pemerintah Nasional (PN), Pemerintah Regional (PR), Pemerintah Lokal (PL) yaitu :
  • Hubungan koordinat (coordinate authority)
 Hubungan otoritas-koordinat ditandai dengan pemisahan yang tajam antara kewenangan Pemerintah     Nasional (PN), dan Pemerintah regional (PR) dan hubungan PN dengan PR sifatnya independen dan otonom.
  • Hubungan Inklusif (Inclusive authority)
Hubungan otoritas inklusif menjelaskan bahwa hubungan otoritas antara PN,PR, dan PL bersifat dependen dan hierarkis. Perubahan kewenangan PN dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara memperluas lingkaran PN tanpa mengurangi kewenangan PR atau PL dengan cara ke dalam dengan konsekuensi mempersempit area kewenangan PR dan/ atau PL.
  • Hubungan Tumpang tindih (overlapping authority)
Model tata hubungan kewenangan yang dinilai memeilki keluwesan dalam menyelenggarakan pemerintahan. Terdapatnya sejumlah kegiatan penyelengggaran secara bersama-sama oleh PN,PR dan PL. dan sedikitnya
ditandai dengan kewenangan otonomi masing-masing yang berarti pula sedikitnya kewenangan yang akan melahirkan tawar menawar antara PN,PR dan PL.

b.    Kavanagh (1985)
Terdapat dua model antar hubungan pemerintah pusat dengan daerah yaitu :

  • Model pelaksana (agency model)
Dalam hubungan ini, Pemerintah Daerah dapat dilihat sebagai pelaksana dari Pemerintah Pusat. Kewenangan-kewenangan daerah sangat terbatas, dan keberadaan Pemerintah daerah tergantung kepada pusat, Pusat dapat membentuk atau menghapus Pemerintah daerah dan kewenngan-kewenangannya.
  • Model Kemitraan (partnership model)
Dalam model ini, Pemerintah daerah mempunyai kebebasan tertentu untuk menentukan beberapa pilihan lokal. Pemerintah daerah juga mempunyai legitimasinya sendiri, mempunyai otoritas pembiayaan, penguasaan sumber-sumber dan kewenangan tertentu di bidang perundang-undangan. Pemerintah daerah tidak hanya sebagai pelaksana tapi juga sebagai mitra yang dapat berunding untuk menciptakan keseimbangan kekuasaan antara pusat dan daerah.

::Model Hubungan Kewenangan dan konsekuensinya Terhadap Pengawasan Dalam Era Otonomi Daerah::

Dalam menghadapi masalah ini teori organisasi menawarkan tentang prinsip”departementisasi geografis” yaitu dengan menempatkan wakil yang merupakan personifikasi seorang pemimpin atau pejabat di suatu wilayah tertentu. Dalam jurnal ini menjelaskan bahwa gubernur difokuskan kedudukannya sebagai “the guardian of the Republik” yang kemudian melakukan langkah-langkah nyata untuk hal sebagai berikut :
  • Melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan otonomi daerah dan mengawasi segala peraturan yang dikeluarkan daerah otonom.
  • Melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan otonomi daerah dan mengawasi agar daerah otonom tidak mnyelenggarakan kewenangan yang dikecualikan dari kewenangan otonomi daerah
  • Melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan otonomi daerah agar konstruktif dalam menjalin kerjasama lembaga daerah otonom dalam pnyelenggaraan otonomi daerah
  • Melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan otonomi daerah agar Gubernur dapat memainkan peran positif dalam mencegah konflik antar daerah otonom
Akan tetapi pengawasan Propinsi/Gubernur yang paling utama adalah meluruskan jalannya otonomi daerah agar tidak menyimpang dari tujuannya yaitu mensejahterakan rakyat melalui proses demokratis.

0 comments:

Post a Comment